Kamis, 02 Juni 2011

Simardan

Sebelum Uwa bercerita mengenai siapa simardan, terlebih dahulu Uwa tunjukkan Tugu Ibu Simardan (Photo samping).

Tugu ini ada di sebuah Dusun yang bernama Hau Napitu, Desa Buntu Maraja Kec.Bandar Pulau Kab.Asahan Propinsi Sumatera Utara.
Tugu ini ,merupakan Tugu Peringatan dan Sekaligus tempat Ibu Simardan dikuburkan.Konon menurut orangtua di Desa ini bahwa Ibunda Simardan meninggal dunia dalam perjalanan menuju pulang ke Porsea setelah ia tidak di akui oleh Simardan sebagai Ibu Kandungnya.

Dengan berjalan kaki puluhan kilometer dalam perjalan pulang inilah Ibunda Simardan tidak kuat lagi meneruskan perjalanan hingga ia meninggal di tengah perjalanannya.Atas inisiatif penduduk maka tempat di mana Ibunda Simardan meninggal, di bangunlah tugu di atas kuburannya kiranya peristiwa semacam itu menjadi peringatan bagi mereka yang suka memandang rendah orangtuanya dan selalu ber buat durhaka.

Pada tugu ini tertera tulisan:
Sada tugu sejarah, ima inongni Simardan naturun sian porsea, mano poti ima Simardan di Tanjung Bale.Sahat ma i jabuni ni Simardan, i jou ma Simardan.Marbalosma Simardan dang inong songokko inokku. Anggo tung ima balosmu, mulak ma au tu Porsea.Sippulma hangoluan mu dison.

Kira-kira artinya:
Ini adalah sebuah tugu sejarah mengenai Ibundanya Simardan yang datang dari Porsea mendapatkan (akan mengunjungi) Simardan di Tanjung Balai.Tibalah ia di rumah Simardan dan dipanggillah Simardan.
Simardan membalas " bukan Ibu macam kau ibuku".(lantas Ibunda Simardan berkata) Kalau itulah balasanmu, pulanglah aku ke Porsea, terikat lah hidupmu sini.

Karena cerita ini cukup panjang, maka Uwa berpantun dulu :

Kehe mardege maroban rantang
Rantang dibuka hape kacang panjang
Muda dicaritohon carito na panjang
Gonanma dipapendek aso gampang

* Alinea Sada sebagai inti cerita, tinta merah :
Simardan adalah anak durhaka dari Tanah Batak yang merantau
ke Tanjung Balai Asahan. Kedurhakaannya setelah berhasil tidak
mengakui ibunya sebagai orang yang melahirkan, sehingga men
dapat sumpah/kutukan dari ibunya.

* Alinea Dua tentang asal muasal Simardan, tinta hijau :

Sebelum terjadinya peristiwa tersebut, Pulau Simardan masih sebuah perairan tempat kapal berlabuh. Lokasi berlabuhnya kapal tersebut, di Jalan Sentosa Kelurahan Pulau Simardan Lingkungan IV Kota Tanjungbalai, kata tokoh masyarakat di P. Simardan, H.Daem, 80, warga Jalan Mesjid P. Simardan Kota Tanjungbalai. Tanjungbalai, terletak di 20,58 LU (Lintang Utara) dan 0,3 meter dari permukaan laut. Sedangkan luasnya sekitar 6.052,90 ha dengan jumlah penduduk kurang lebih 144.979 jiwa (sensus 2003-red). Walaupun peristiwa tersebut terjadi di daerah Tanjungbalai, Daem mengatakan, Simardan sebenarnya berasal dari hulu Tanjungbalai atau sekitar daerah Tapanuli. Hal itu juga dikatakan tokoh masyarakat lainnya, Abdul Hamid Marpaung, 75, warga Jalan Binjai Semula Jadi Kota Tanjungbalai. “Daerah asal Simardan bukan Tanjungbalai, melainkan di hulu Tanjungbalai, yaitu daerah Porsea Tapanuli,” jelasnya.

Alinea Tiga Tentang asal muasal kekayaan Si Mardan, tinta biru :

“Simardan bermimpi lokasi harta karun. Esoknya, dia pergi ke tempat yang tergambar dalam mimpinya, dan memukan berbagai macam perhiasan yang banyak,” tutur Marpaung. Kemudian, Simardan berencana menjual harta karun yang ditemukannya itu, dan Tanjungbalai merupakan daerah yang ditujunya. Karena, jelas Marpaung, berdiri kerajaan besar dan kaya di Tanjungbalai. Tapi setibanya di Tanjungbalai, tidak satupun kerajaan yang mampu membayar harta karun temuan Simardan, sehingga dia terpaksa pergi ke Malaysia. “Salah satu kerajaan di Pulau Penang Malaysialah yang membeli harta karun tersebut. Bahkan, Simardan juga mempersunting putri kerajaan itu,” ungkapnya. Dan setelah beberpa tahun di Malaysia kembali lagi ke Tanjung Balai.

Alinea empat tentang Kera Putih dan Tali Kapal, tinta coklat :
Setelah diperlakukan kasar oleh Simardan, wanita tua itu lalu berdoa sembari memegang payudaranya. “Kalau dia adalah anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu,” begitulah kira-kira yang diucapkan ibu Simardan. Usai berdoa, turun angin kencang disertai ombak yang mengarah ke kapal layar, sehingga kapal tersebut hancur berantakan. Sedangkan tubuh Simardan, menurut cerita Marpaung dan Daem, tenggelam dan berubah menjadi sebuah pulau bernama Simardan.

Para pelayan dan isterinya berubah menjadi kera putih, kata Daem dan Marpaung. Hal ini disebabkan para pelayan dan isterinya tidak ada kaitan dengan sikap durhaka Simardan kepada ibunya. Mereka diberikan tempat hidup di hutan Pulau Simardan. “Sekitar empat puluh tahun lalu, masih ditemukan kera putih yang diduga jelmaan para pelayan dan isteri Simardan,” jelas Marpaung. Namun, akibat bertambahnya populasi manusia di Tanjungbalai khususnya di Pulau Simardan, kera putih itu tidak pernah terlihat lagi.

Alinea empat tentang penemuan, tinta hitam :
Di samping itu, sekitar tahun lima puluhan masyarakat menemukan tali kapal berukuran besar di daerah Jalan Utama Pulau Simardan. Penemuan terjadi, ketika masyarakat menggali perigi (sumur). Selain tali kapal ditemukan juga rantai dan jangkar, yang diduga berasal dari kapal Simardan, kata Marpaung. “Benar

, yang diduga berasal dari kapal Simardan, kata Marpaung. “Benar tidaknya legenda Simardan, tergantung persepsi kita. Tapi dengan ditemukannya tali, rantai dan jangkar kapal membuktikan bahwa dulu Pulau Simardan adalah perairan.”

Alinea Lima tentang Drama Ope
ra Cerita Simardan, tinta ungu :
   Untuk mendukung cerita ini,
Uwa telah memiliki CDnya, jika
ada yang berminat ingin melihat hubungi uwa.


Sebagai penutup, berikut lagu dari Anton Siallagan mengenai cerita
si Mardan, silakan lagukan dengan pElan-pElan saja, semoga para
poparan Bgd. Manahan kedepannya terhindar dari tragedi ini. Amin.


Sotung gabe didokon
halak ho amang
Songon si Mardani,
songon si Mardani
nalupa marina,
nalupa marama
maila pogos, maila susa.

Wassalam. Tetaplah bersama
Papos. Dan ketahui semua
legenda Tanah Batak.

Sumber : info internet + Cd Koleksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipersilakan